Saturday, June 9, 2018

Pemberian Nutrisi Yang Tepat Untuk Mendapatkan Kerabang Telur Berkualitas


 Pemenuhan nutrisi yang cukup pada ayam dan manajemen produksi yang tepat bisa membuat kualitas kerabang telur yang baik.
Peternak bisa mendapatkan kualitas kerabang telur yang baik melalui proses produksi yang baik pula. Tradisi dalam menggunakan parameter kualitas kerabang telur sudah menjadi kebiasaan dari sejumlah perusahaan yang memiliki breeding. Hal ini disertai dengan upaya untuk melakukan peningkatan kualitas kerabang telur secara konsisten dan secara berkala.

Peningkatan kualitas dari kerabang telur itu dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen yang baik didalam farm seperti peningkatan bobot ayam, pencahayaan serta pakan dan perilaku dalam pemberian pakan. Manajemen peningkatan bobot ini dapat menerapkan perlakuan berupa melakukan perhitungan bobot rata-rata ayam setiap minggu yang dimulai dari awal pemeliharaan. Sedangkan untuk manajemen pencahayaan bisa dilakukan dengan mengatur cahaya sebagai penunjang untuk memberikan pakan pada malam hari. Pemberian pakan selama 2 (dua) jam pada malam hari, akan memberikan kesempatan pada seluruh ayam untuk makan. Namun, sebelum pemberian pakan malam hari, sebaiknya ayam sudah mengalami gelap selama 3 (tiga) jam, begitu juga setelah makan juga mengalami gelap minimal 3 (tiga) jam.

Tempat pakan bisa berjalan setelah lampu mati, perubahan itu butuh waktu, dan kondisinya akan stabil setelah seminggu. Kunci untuk mendapatkan kualitas kerabang yang baik adalah adanya metabolisme dari kalsium yang optimal, serta ditunjang dengan pemberian nutrisi yang mempertimbangkan kebutuhan kalsium dan fosfor.

Manajemen yang baik seharusnya mempertimbangkan kebutuhan ayam dan metabolisme untuk memaksimalkan timbunan kalsium sehingga mampu untuk membentuk kerabang telur. Meskipun demikian, terkadang ada unsur yang mempengaruhi kualitas telur, yakni sejumlah penyakit. Dan melakukan control agar tidak terjadi penyakit adalah sebuah keharusan. Sejumlah penyakit dapat berdampak kepada kualitas kerabang telur dan perlu dikontrol untuk menghindari kerugian di segala aspek. Adapun contoh penyakit yang dapat menginfeksi beberapa telur adalah Laryngotracheitis dan Coryza. Sedangkan penyakit lainnya yang berdampak terhadap kualitas kerabang telur adalah Infectious Bronchitis (IB), Newcastle Disease (ND), dan Avian Influenza (AI). Selain itu ada pula Egg Drop Syndrome (EDS) yang dapat mempengaruhi penurunan produksi telur.
Biosekuriti menjadi kunci penting yang berperan sebagai langkah preventif terhadap penyakit yang menyebabkan permasalahan pada kualitas kerabang telur. Upaya biosekuriti ini juga sebaiknya disertai dengan vaksinasi dalam rangka memproteksi flok.

Evolusi dari perkembangan genetik yang ada, memberikan peluang pada ayam untuk produksi lebih awal, serta konsistensi dari produksi yang juga lebih baik dari ayam sebelumnya. Semua itu akan lebih mudah dicapai secara optimal jika kebutuhan nutrisi bisa dipenuhi secara baik. Salah satunya adalah kalsium yang merupakan elemen penting pada pembentukan kualitas kerabang telur. Untuk mendapatkan kualitas kerabang yang baik bukanlah sesuatu yang instan, namun butuh proses panjang. Proses itu dimulai dari manajemen saat fase starter, grower, dan dilanjutkan dengan pullet.

Pada fase pullet ini, asupan kalsium harus dperhatikan dengan baik karena kalsium tersebut akan disimpan dalam tulang meduler (medullary bone). Tepatnya 10 hari sebelum bertelur ayam akan menyimpan kalsiumnya di tulang meduler. Ini yang harus menjadi perhatian. Jika pemberian pakan dengan kadar kalsium rendah, maka semakin lama kualitas tulang panjang tempat medullary bone ayam akan semakin menurun.

Didapat dari berbagai sumber…..


Tuesday, June 5, 2018

PENGERTIAN I'TIKAF DAN SELUK BELUKNYA


I'tikaf artinya berdiam (berhenti) di dalam masjiddengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah serta mendekatkan diri kepada Allah swt

Pelaksanaan i'tikaf oleh Rasulullah saw dan para sahabat selama 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan itu erat kaitannya dengan Lailatul Qadar. Dalam artian, Nabi dan para sahabat beri'tikaf atau bertekun ibadah untuk berjaga-jaga ketika turun Lailatul Qadar, dalam hadits dijelaskan :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Dari Aisyah rah istri Nabi saw, bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat. (H. R. Bukhari no. 2026, Muslim no. 2841)


A. Rukun i'tikaf :

1. Niat. Kalau mengerjakan i'tikaf yang dinadzarkan, maka wajib berniat fardu agar berbeda dengan yang sunnah

Lafalz niat i'tikaf :

نَوَيْتُ اْلإِعْتِكَافَ فِى هٰذَ المَسْجِدِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى

NAWAITUL I'TIKAAFA FII HAADZAL MASJIDI SUNNATAN LILLAAHI TA'ALAA

Saya niat i'tikaf (berdiam diri) di dalam masjid ini, sunnah karena Allah ta’ala

2. Berdiam (berhenti) di dalam masjid sekurang-kurangnya sekedar yang dinamakan berhenti atau berdiam diri dalam masjid dalam rentang waktu lebih dari lamanya thuma'ninah dalam sholat.

3. Orang yang beri'tikaf disyaratkan : Beragama Islam, berakal (tidak gila), baligh, suci dari hadats besar, dan orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf (bukan i'tikaf bulan Ramadhan).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ عَلَى الْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلاَّ أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw bersabda : Tidak ada kuajiban bagi orang yang beri'tikaf berpuasa kecuali ia telah mewajibkan atas dirinya sendiri. (H. R. Baihaqi no. 8849, Hakim no. 1555 dan Daruquthni no. 2380)


B. Yang membatalkan i'tikaf :

1. Bersetubuh

وَلاَ تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي الْمَسَاجِدِ

 (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. (Q.S. 2 Al Baqarah : 187)

2. Keluar dari masjid dengan tidak ada udzur (halangan), dan boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu :

a.  karena udzur syar'i, seperti melaksanakan shalat Jum’at di masjid jami'

b. karena keperluan (hajat) manusia, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.

أَنَّ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَإِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُدْخِلُ عَلَىَّ رَأْسَهُ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَة ، إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا

Bahwasanya Aisyah rah istri Nabi saw berkata : Rasulullah saw pernah memasukkan kepala beliau kepadaku di rumah sedangkan beliau di dalam masjid, lalu aku menyisir rambutnya dan jika beri'tikaf, beliau tidak masuk ke rumah kecuali untuk suatu keperluan (hajat manusia).  (H. R. Bukhari no. 2029, Muslim no. 711)

c.  Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh, kebakaran dan lainnya.


C. Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama i'tikaf :

Sesuai dengan tujuan i'tikaf yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, maka orang yang sedang i'tikaf hendaknya memperbanyak amal ibadah. Misalnya dengan cara : Mengerjakan shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, bertashbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, istighfar, membaca shalawat Nabi, serta memperbanyak do'a dan tafakkur. Begitu pula dapat dengan cara melakukan kebajikan lainnya, seperti; mempelajari tafsir, hadits, dan atau ilmu-ilmu agama Islam lainnya. Orang yang sedang beri'tikaf hendaknya menghindari segala hal yang tidak ada manfaatnya, baik dalam perbuatan maupun ucapan.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan :

(مُهِمَّةٌ) قَالَ فِي الْاَنْوَارِ: يَبْطُلُ ثَوَابُ الْاِعْتِكَافِ بِشَتْمٍ، أَوْ غِيْبَةٍ، أَوْ أَكْلِ حَرَامٍ

 (Penting) Abu Yusuf berkata di dalam Al-Anwar : Pahala i'tikaf menjadi hilang sebab memaki, ghibah atau memakan makanan haram. (Kitab Fathul Mu'in, halaman : 34)


D. Tempat pelaksanaan i’tikaf :

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187 seperti tertera di atas, dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.

Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid jami', Yakni masjid yang biasa digunakan untuk mendirikan shalat 5 waktu berjamaah dan ibadah Jum'at. Pendapat ini mungkin tepat, jika dikaitkan bahwa i'tikaf yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw itu di masjidnya sendiri  (masjid Nabawi) yang termasuk dalam kategori Masjid Jami'.

Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan shalat jama’ah 5 waktu.

Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami' (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan shalat Jum’at) terutama saat i'tikaf Ramadhan (mencari Lailatul Qadar), supaya ketika harus melaksanakan kewajiban ibadah Jum'at misalnya, ia tak perlu lagi keluar dari masjid tempat i'tikafnya menuiu Masiid Jami'. Dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa, untuk i'tikaf bukan bulan Ramadhan.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتِ السُّنَّةُ عَلَى الْمُعْتَكِفِ أَنْ لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَلاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَلاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَلاَ يُبَاشِرَهَا وَلاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ بِصَوْمٍ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِى مَسْجِدٍ جَامِعٍ.

Dari Aisyah bahwasanya ia berkata : Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit, tidak melawat jenazah, tidak menyentuh perempuan dan tidak keluar masjid kecuali untuk hajat yang tidak dapat ditinggalkan. Tidak boileh i'tikaf kecuali dengan berpuasa dan tidak boleh i'tikaf kecuali di dalam masjid jami' (H. R. Abu Daud no. 2475, Baihaqi no. 8856)


Lebih Bermanfaat Bila Dibagikan Kepada Yang Lain