Saturday, June 9, 2018

Pemberian Nutrisi Yang Tepat Untuk Mendapatkan Kerabang Telur Berkualitas


 Pemenuhan nutrisi yang cukup pada ayam dan manajemen produksi yang tepat bisa membuat kualitas kerabang telur yang baik.
Peternak bisa mendapatkan kualitas kerabang telur yang baik melalui proses produksi yang baik pula. Tradisi dalam menggunakan parameter kualitas kerabang telur sudah menjadi kebiasaan dari sejumlah perusahaan yang memiliki breeding. Hal ini disertai dengan upaya untuk melakukan peningkatan kualitas kerabang telur secara konsisten dan secara berkala.

Peningkatan kualitas dari kerabang telur itu dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen yang baik didalam farm seperti peningkatan bobot ayam, pencahayaan serta pakan dan perilaku dalam pemberian pakan. Manajemen peningkatan bobot ini dapat menerapkan perlakuan berupa melakukan perhitungan bobot rata-rata ayam setiap minggu yang dimulai dari awal pemeliharaan. Sedangkan untuk manajemen pencahayaan bisa dilakukan dengan mengatur cahaya sebagai penunjang untuk memberikan pakan pada malam hari. Pemberian pakan selama 2 (dua) jam pada malam hari, akan memberikan kesempatan pada seluruh ayam untuk makan. Namun, sebelum pemberian pakan malam hari, sebaiknya ayam sudah mengalami gelap selama 3 (tiga) jam, begitu juga setelah makan juga mengalami gelap minimal 3 (tiga) jam.

Tempat pakan bisa berjalan setelah lampu mati, perubahan itu butuh waktu, dan kondisinya akan stabil setelah seminggu. Kunci untuk mendapatkan kualitas kerabang yang baik adalah adanya metabolisme dari kalsium yang optimal, serta ditunjang dengan pemberian nutrisi yang mempertimbangkan kebutuhan kalsium dan fosfor.

Manajemen yang baik seharusnya mempertimbangkan kebutuhan ayam dan metabolisme untuk memaksimalkan timbunan kalsium sehingga mampu untuk membentuk kerabang telur. Meskipun demikian, terkadang ada unsur yang mempengaruhi kualitas telur, yakni sejumlah penyakit. Dan melakukan control agar tidak terjadi penyakit adalah sebuah keharusan. Sejumlah penyakit dapat berdampak kepada kualitas kerabang telur dan perlu dikontrol untuk menghindari kerugian di segala aspek. Adapun contoh penyakit yang dapat menginfeksi beberapa telur adalah Laryngotracheitis dan Coryza. Sedangkan penyakit lainnya yang berdampak terhadap kualitas kerabang telur adalah Infectious Bronchitis (IB), Newcastle Disease (ND), dan Avian Influenza (AI). Selain itu ada pula Egg Drop Syndrome (EDS) yang dapat mempengaruhi penurunan produksi telur.
Biosekuriti menjadi kunci penting yang berperan sebagai langkah preventif terhadap penyakit yang menyebabkan permasalahan pada kualitas kerabang telur. Upaya biosekuriti ini juga sebaiknya disertai dengan vaksinasi dalam rangka memproteksi flok.

Evolusi dari perkembangan genetik yang ada, memberikan peluang pada ayam untuk produksi lebih awal, serta konsistensi dari produksi yang juga lebih baik dari ayam sebelumnya. Semua itu akan lebih mudah dicapai secara optimal jika kebutuhan nutrisi bisa dipenuhi secara baik. Salah satunya adalah kalsium yang merupakan elemen penting pada pembentukan kualitas kerabang telur. Untuk mendapatkan kualitas kerabang yang baik bukanlah sesuatu yang instan, namun butuh proses panjang. Proses itu dimulai dari manajemen saat fase starter, grower, dan dilanjutkan dengan pullet.

Pada fase pullet ini, asupan kalsium harus dperhatikan dengan baik karena kalsium tersebut akan disimpan dalam tulang meduler (medullary bone). Tepatnya 10 hari sebelum bertelur ayam akan menyimpan kalsiumnya di tulang meduler. Ini yang harus menjadi perhatian. Jika pemberian pakan dengan kadar kalsium rendah, maka semakin lama kualitas tulang panjang tempat medullary bone ayam akan semakin menurun.

Didapat dari berbagai sumber…..


Tuesday, June 5, 2018

PENGERTIAN I'TIKAF DAN SELUK BELUKNYA


I'tikaf artinya berdiam (berhenti) di dalam masjiddengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah serta mendekatkan diri kepada Allah swt

Pelaksanaan i'tikaf oleh Rasulullah saw dan para sahabat selama 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan itu erat kaitannya dengan Lailatul Qadar. Dalam artian, Nabi dan para sahabat beri'tikaf atau bertekun ibadah untuk berjaga-jaga ketika turun Lailatul Qadar, dalam hadits dijelaskan :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Dari Aisyah rah istri Nabi saw, bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat. (H. R. Bukhari no. 2026, Muslim no. 2841)


A. Rukun i'tikaf :

1. Niat. Kalau mengerjakan i'tikaf yang dinadzarkan, maka wajib berniat fardu agar berbeda dengan yang sunnah

Lafalz niat i'tikaf :

نَوَيْتُ اْلإِعْتِكَافَ فِى هٰذَ المَسْجِدِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى

NAWAITUL I'TIKAAFA FII HAADZAL MASJIDI SUNNATAN LILLAAHI TA'ALAA

Saya niat i'tikaf (berdiam diri) di dalam masjid ini, sunnah karena Allah ta’ala

2. Berdiam (berhenti) di dalam masjid sekurang-kurangnya sekedar yang dinamakan berhenti atau berdiam diri dalam masjid dalam rentang waktu lebih dari lamanya thuma'ninah dalam sholat.

3. Orang yang beri'tikaf disyaratkan : Beragama Islam, berakal (tidak gila), baligh, suci dari hadats besar, dan orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf (bukan i'tikaf bulan Ramadhan).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ عَلَى الْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلاَّ أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw bersabda : Tidak ada kuajiban bagi orang yang beri'tikaf berpuasa kecuali ia telah mewajibkan atas dirinya sendiri. (H. R. Baihaqi no. 8849, Hakim no. 1555 dan Daruquthni no. 2380)


B. Yang membatalkan i'tikaf :

1. Bersetubuh

وَلاَ تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي الْمَسَاجِدِ

 (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. (Q.S. 2 Al Baqarah : 187)

2. Keluar dari masjid dengan tidak ada udzur (halangan), dan boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu :

a.  karena udzur syar'i, seperti melaksanakan shalat Jum’at di masjid jami'

b. karena keperluan (hajat) manusia, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.

أَنَّ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَإِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُدْخِلُ عَلَىَّ رَأْسَهُ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَة ، إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا

Bahwasanya Aisyah rah istri Nabi saw berkata : Rasulullah saw pernah memasukkan kepala beliau kepadaku di rumah sedangkan beliau di dalam masjid, lalu aku menyisir rambutnya dan jika beri'tikaf, beliau tidak masuk ke rumah kecuali untuk suatu keperluan (hajat manusia).  (H. R. Bukhari no. 2029, Muslim no. 711)

c.  Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh, kebakaran dan lainnya.


C. Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama i'tikaf :

Sesuai dengan tujuan i'tikaf yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, maka orang yang sedang i'tikaf hendaknya memperbanyak amal ibadah. Misalnya dengan cara : Mengerjakan shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, bertashbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, istighfar, membaca shalawat Nabi, serta memperbanyak do'a dan tafakkur. Begitu pula dapat dengan cara melakukan kebajikan lainnya, seperti; mempelajari tafsir, hadits, dan atau ilmu-ilmu agama Islam lainnya. Orang yang sedang beri'tikaf hendaknya menghindari segala hal yang tidak ada manfaatnya, baik dalam perbuatan maupun ucapan.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan :

(مُهِمَّةٌ) قَالَ فِي الْاَنْوَارِ: يَبْطُلُ ثَوَابُ الْاِعْتِكَافِ بِشَتْمٍ، أَوْ غِيْبَةٍ، أَوْ أَكْلِ حَرَامٍ

 (Penting) Abu Yusuf berkata di dalam Al-Anwar : Pahala i'tikaf menjadi hilang sebab memaki, ghibah atau memakan makanan haram. (Kitab Fathul Mu'in, halaman : 34)


D. Tempat pelaksanaan i’tikaf :

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187 seperti tertera di atas, dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.

Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid jami', Yakni masjid yang biasa digunakan untuk mendirikan shalat 5 waktu berjamaah dan ibadah Jum'at. Pendapat ini mungkin tepat, jika dikaitkan bahwa i'tikaf yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw itu di masjidnya sendiri  (masjid Nabawi) yang termasuk dalam kategori Masjid Jami'.

Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan shalat jama’ah 5 waktu.

Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami' (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan shalat Jum’at) terutama saat i'tikaf Ramadhan (mencari Lailatul Qadar), supaya ketika harus melaksanakan kewajiban ibadah Jum'at misalnya, ia tak perlu lagi keluar dari masjid tempat i'tikafnya menuiu Masiid Jami'. Dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa, untuk i'tikaf bukan bulan Ramadhan.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتِ السُّنَّةُ عَلَى الْمُعْتَكِفِ أَنْ لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَلاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَلاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَلاَ يُبَاشِرَهَا وَلاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ بِصَوْمٍ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِى مَسْجِدٍ جَامِعٍ.

Dari Aisyah bahwasanya ia berkata : Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit, tidak melawat jenazah, tidak menyentuh perempuan dan tidak keluar masjid kecuali untuk hajat yang tidak dapat ditinggalkan. Tidak boileh i'tikaf kecuali dengan berpuasa dan tidak boleh i'tikaf kecuali di dalam masjid jami' (H. R. Abu Daud no. 2475, Baihaqi no. 8856)


Lebih Bermanfaat Bila Dibagikan Kepada Yang Lain



Wednesday, May 30, 2018

HUKUM MANDI JUNUB KESIANGAN PADA BULAN PUASA

Ketika bulan puasa, banyak dari istri-istri kita yang enggan melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Padahal suami istri diperbolehkan jimak pada malam hari di bulan puasa, dalam Al-Qur'an disebutkan :

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu. (Q.S. 2 Al Baqarah : 187)

Bagaimana kalau seseorang dalam keadaan junub di bulan puasa belum mandi sampai waktu subuh?

Tidak perlu khawatir, karena semacam ini tidaklah mempengaruhi atau membatalkan puasanya. Di jelaskan dalam hadits :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَعْبٍ الْحِمْيَرِىِّ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ حَدَّثَهُ أَنَّ مَرْوَانَ أَرْسَلَهُ إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ  رَضِىَ اللهُ عَنْهَا يَسْأَلُ عَنِ الرَّجُلِ يُصْبِحُ جُنُبًا أَيَصُوْمُ فَقَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ لاَ مِنْ حُلُمٍ ثُمَّ لاَ يُفْطِرُ وَلاَ يَقْضِى

Dari Abdullah bin Ka'b Al-Himyari bahwa Abu Bakar telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah diutus oleh Marwan kepada Ummu Salamah rah untuk menanyakan tentang seorang laki-laki yang mendapati waktu pagi dalam keadaan junub, apakah ia boleh berpuasa. Maka Ummu Salamah menjawab : Rasulullah saw pernah mendapati waktu subuh dalam keadaan junub karena jima', bukan karena mimpi. Namun beliau tidak Ifthar (berbuka) dan tidak pula mengqadha (mengganti) puasanya. (H. R. Muslim no. 2647)

عَنْ عُرْوَةَ وَأَبِى بَكْرٍ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا  كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ { جُنُبًا } فِى رَمَضَانَ، مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُوْمُ

Dari Urwah dan Abu Bakar, Aisyah rah berkata : Nabi saw pernah mendapati fajar keadaan junub di bulan Ramadhan (kesiangan), bukan karena mimpi (dikarenakan jima'), lalu beliau mandi dan berpuasa. (H. R. Bukhari no. 1930, Muslim no. 2646)

Mengenai hadits di atas Imam Turmudzi mengatakan :

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ

Inilah yang dipahami oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi saw  dan yang lainnya. Dan ini merupakan pendapat Sufyan At-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. (H. R. Tirmidzi no. 784)

Meskipun kondisi junub sampai waktu subuh tidak mempengaruhi puasa, tapi jangan sampai membuat kita meninggalkan shalat subuh disebabkan malas mandi, sebab meninggalkan shalat adalah dosa. Dan shalat itu sendiri tidak sah bila masih dalam keadaan junub, karena ini adalah syarat sahnya shalat. Oleh karena itu hendaklah segera mandi dan melaksanakan shalat subuh. Dalam Al-Qur'an disebutkan :

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا

Dan jika kamu junub maka mandilah. (Q.S. 5 Al Maa-idah 6)


Lebih Bermanfaat Bila Dibagikan Kepada Yang Lain



Monday, May 28, 2018

OLIMPIADE MATEMATIKA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA TAHUN 2018 (OLMAT UINSA 2018)


Olimpiade Matematika Tahun 2018 untuk MI/SD Islam, MTs/SMP Islam, MA/SMA/SMK Islam dengan Hadiah Total 33 Juta Rupiah


Salam Matematika !

Hai adik-adik semua, untuk tahun 2018 OLMAT akan hadir di 19 rayon se-Jawa.

Banyuwangi, Jember, Jombang, Kediri, Kudus, Lamongan, Madiun, Malang, Pamekasan, Pasuruan, Probolinggo, Surabaya, Surabaya, Purwokerto, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Bandung, Cirebon, Jabodetabek.

Pendaftaran :
26 Maret – 26 Agustus 2018

Babak penyisihan :
Minggu, 02 September 2018
Tempat : 19 Rayon Se-Jawa

Babak Semifinal & Final :
Sabtu, 15 September 2018
Tempat : UIN Sunan Ampel Surabaya

Acara Pendukung :
-     Seminar Nasional
-     Pagelaran Seni Mahasiswa
-     Pameran Media Pembelajaran Matematika
-     Education Games
-     Bazar

Contact Person :
-     Agatha (085733653653)
-     Dinda (082245574341)

Info Lomba Lebih Lanjut :
website : olimpiade-matematika.com
IG : olmatuinsa
FB : olimpiade matematika uinsa


Friday, May 25, 2018

Hukum Keluar Mani Ketika Sedang Berpuasa

Keluar mani ketika berpuasa dengan tidak ada unsur-unsur kesengajaan, misalnya saja karena melihat sesuatu yang membangkitkan nafsu birahi atau karena mimpi indah (jima'), hukumnya tidak membatalkan puasa, karena yang membatalkan pusa itu jika ada unsur-unsur kesengajaan dalam mengeluarkannya.

Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah ketika membahas hal-hal yang membatalkan dan yang tidak membatalkan puasa beliau mengatakan :

اَلْإِسْتِمْنَاءُ ( أَيْ تَعَمُّدُ إِخْرَاجِ الْمَنِيِّ بِأَيِّ سَبَبٍ مِنَ اْلأَسْبَابَ) سَوَاءٌ، أَكَانَ سَبَبُهُ تَقْبِيْلَ الرَّجُلِ لِزَوْجَتِهِ أَوْ ضَمَّهَا إِلَيْهِ، أَوْ كَانَ بِالْيَدِ، فَهَذَا يُبْطِلُ الصَّوْمَ، وَيُوْجِبُ اْلقَضَاءَ. فَإِنْ كَانَ سَبَبُهُ مُجَرَّدَ النَّظَرِ نَهَارًا فِى الصِّيَامِ، لَا يُبْطِلُ الصَّوْمَ، وَلَا يَجِبُ فِيْهِ شَيْءٌ.

Sengaja mengeluarkan mani dengan sebab apa saja, sama saja, apakah sebabnya seorang suami mencium istrinya atau mendekapnya ataupun mengeluarkannya dengan tangannya, maka hal tersebut dapat membatalkan puasa dan mewajibkan qadha. Adapun jika sebabnya keluar mani semata-mata karena memandang di siang hari ketika puasa, maka hal itu tidaklah sampai membatalkan puasa dan tidak ada kewajiban yang dibebankan kepadanya. (Kitab Fiqhus Sunnah, Juz I, halaman 393)

Syaikh Muhammad Al-Ghazzi dalam kitabnya Fat-hul Qorib juga berkata :

..... خُرُوْجُ الْمَنِيِّ بِاحْتِلَامِ فَلَا إِفْطَارَ بِهِ جَزْمًا

Keluar mani sebab mimpi jima', maka tidaklah membatalkan puasa dengan pasti. (Kitab Fat-hul Qorib, halaman 26)

Lebih Bermanfaat Bila Dibagikan Kepada Yang Lain


Thursday, May 24, 2018

Hukum Menggunakan Obat Tetes Mata dan Telinga Ketika Puasa

Menggunakan obat tetes mata meskipun terkadang setelah diteteskan ke mata terasa di tenggorokan tidak membatalkan puasa. Batasan memasukkan sesuatu kedalam tubuh yang membatalkan puasa adalah bila melalui lubang yang tembus ke tenggorokan seperti melalui hidung atau mulut. Sementara bila masuk melalui pori-pori bukan melalui lubang yang tembus ke tenggorokan tidak membatalkan puasa

Bagaimana dengan meneteskan sesuatu atau membersihkan telinga dengan memasukkan cutton bud saat berpuasa? Bila menggunakan obat tetes mata secara mutlak diperkenankan baik dalam keadaan sakit maupun hanya sekedar menyegarkan mata. Ulama berbeda pandangan dalam hal membersihkan telinga dengan cutton bud maupun menetesi telinga.

Mayoritas ulama menyatakan bahwa memasukkan sesuatu kedalam lubang telinga dapat membatalkan puasa dengan argumen lubang telinga termasuk bagian dalam tubuh dan lubangnya bersambung dengan tenggorokan. 

Syaikh Dr. Mustafa al-Khin, Syaikh Dr. Mustafa Dib al-Bugha dan Syaikh Dr. Ali al-Syarbajimengatakan dalam kitabnya :

فَالْقَطْرَةُ مِنَ اْلأُذُنِ مُفْطِرَةٌ، لِأَنَّهَا مَنْفَذٌ مَفْتُوْحٌ. وَالْقَطْرَةُ فِي الْعَيْنِ غَيْرِ مُفْطِرَةٍ، لِأَنَّهُ مَنْفَذٌ غَيْرُ مَفْتُوْحٍ

Maka tetesan ke dalam lubang telinga adalah membatalkan puasa, karena telinga itu termasuk lubang yang terbuka. Dan tetesan ke dalam mata itu tidak membatalkan puasa, karena mata itu termasuk lubang yang tidak terbuka. (Kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ala Al-Madzhab Al-Imam  Asy-Syafi'i, Juz II, halaman 52)

Sebagian ulama juga mengkiaskan pemakaian tetes mata ini dengan menggunakan celak, dalam hadits disebutkan :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتِ اِكْتَحَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ.

Dari Aisyah ia berkata : Rasulullah SAW memakai celak sedang beliau berpuasa (H. R. Ibnu Majah no. 1748)

Lebih Bermanfaat Bila Dibagikan Kepada Yang Lain



Wednesday, May 23, 2018

OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT SD, SLTP, DAN SLTA SEDERAJAT SE JAWA BALI TAHUN 2018