UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN
2008
TENTANG
USAHA MIKRO,
KECIL DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harusdiwujudkan
melalui pembangunan perekonomian nasionalberdasarkan demokrasi ekonomi;
b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis
Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu
diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan,
peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional
yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh,
optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif,
pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha
seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan
peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan
kemiskinan;
d. bahwa sehubungan dengan perkembangan
lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti,
agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan
kepastian dan keadilan usaha;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal
20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif
yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional
milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan
kegiatan ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil,
Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan
berdomisili di Indonesia.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis
dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri.
9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan,
perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.
10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan
pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank,
koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat
permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan
untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat
permodalannya.
13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan
usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling
memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara
teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dalam sektor kegiatannya.
BAB II
ASAS DAN
TUJUAN
Pasal 2
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah berasaskan:
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan;
e. berkelanjutan;
f. berwawasan lingkungan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan kemajuan;
dan
i. kesatuan ekonomi
nasional.
Pasal 3
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka
membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
BAB III
PRINSIP DAN
TUJUAN PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Prinsip
Pemberdayaan
Pasal 4
Prinsip Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. penumbuhan kemandirian,
kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya
dengan prakarsa sendiri;
b. perwujudan kebijakan
publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
c. pengembangan usaha
berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. peningkatan daya saing
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
e. penyelenggaraan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
Bagian Kedua
Tujuan
Pemberdayaan
Pasal 5
Tujuan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. mewujudkan struktur
perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
b. menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri; dan
c. meningkatkan peran
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan
kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
BAB IV
KRITERIA
Pasal 6
(1) Kriteria Usaha Mikro
adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil
adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha
Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta
ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan
perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB V
PENUMBUHAN
IKLIM USAHA
Pasal 7
(1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
a. pendanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. informasi usaha;
d. kemitraan;
e. perizinan usaha;
f. kesempatan berusaha;
g. promosi dagang; dan
h. dukungan kelembagaan.
(2) Dunia Usaha dan
masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
Aspek pendanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:
a. memperluas sumber
pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat
mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank;
b. memperbanyak lembaga
pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
c. memberikan kemudahan
dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif
dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. membantu para pelaku
Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk
keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan
jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Pasal 9
Aspek sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:
a. mengadakan prasarana
umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil;
dan
b. memberikan keringanan
tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Pasal 10
Aspek informasi usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:
a. membentuk dan
mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;
b. mengadakan dan
menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas,
penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan
c. memberikan jaminan
tranparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah atas segala informasi usaha.
Pasal 11
Aspek kemitraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:
a. mewujudkan kemitraan
antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. mewujudkan kemitraan
antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
c. mendorong terjadinya
hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha
antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. mendorong terjadinya
hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
e. mengembangkan kerjasama
untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
f. mendorong terbentuknya
struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan
melindungi konsumen; dan
g. mencegah terjadinya
penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok
tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 12
(1) Aspek perizinan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:
a. menyederhanakan tata
cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan
b. membebaskan biaya
perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha
Kecil.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Aspek kesempatan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:
a. menentukan peruntukan
tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi
sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi
yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;
b. menetapkan alokasi
waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsector perdagangan retail;
c. mencadangkan bidang dan
jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya,
serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun;
d. menetapkan bidang usaha
yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang
terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
e. melindungi usaha
tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
f. mengutamakan penggunaan
produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara
langsung;
g. memprioritaskan
pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah
Daerah; dan
h. memberikan bantuan
konsultasi hukum dan pembelaan.
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 14
(1) Aspek promosi dagang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:
a. meningkatkan promosi
produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;
b. memperluas sumber
pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di
luar negeri;
c. memberikan insentif dan
tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu
menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan
di luar negeri; dan
d. memfasilitasi pemilikan
hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
Pasal 15
Aspek dukungan kelembagaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk
mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan
usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya
sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
BAB VI
PENGEMBANGAN
USAHA
Pasal 16
(1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:
a. produksi dan
pengolahan;
b. pemasaran;
c. sumber daya manusia;
dan
d. desain dan teknologi.
(2) Dunia usaha dan
masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu
pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Pengembangan dalam bidang
produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a
dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan teknik
produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
b. memberikan kemudahan
dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku,
bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c. mendorong penerapan
standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; dan
d. meningkatkan kemampuan
rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah.
Pasal 18
Pengembangan dalam bidang
pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan
dengan cara:
a. melaksanakan penelitian
dan pengkajian pemasaran;
b. menyebarluaskan
informasi pasar;
c. meningkatkan kemampuan
manajemen dan teknik pemasaran;
d. menyediakan sarana
pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran,
penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil;
e. memberikan dukungan
promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; dan
f. menyediakan tenaga
konsultan profesional dalam bidang pemasaran.
Pasal 19
Pengembangan dalam bidang
sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c
dilakukan dengan cara:
a. memasyarakatkan dan
membudayakan kewirausahaan;
b. meningkatkan
keterampilan teknis dan manajerial; dan
c. membentuk dan
mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan,
pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha
baru.
Pasal 20
Pengembangan dalam bidang
desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d
dilakukan dengan:
a. meningkatkan kemampuan
di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu;
b. meningkatkan kerjasama
dan alih teknologi;
c. meningkatkan kemampuan
Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan
teknologi baru;
d. memberikan insentif
kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan
melestarikan lingkungan hidup; dan
e. mendorong Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN
PENJAMINAN
Bagian Kesatu
Pembiayaan dan
Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil
Pasal 21
(1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(2) Badan Usaha Milik
Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang
dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman,
penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(3) Usaha Besar nasional
dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan
Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan
lainnya.
(4) Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar
negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat
untuk Usaha Mikro dan Kecil.
(5) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan
perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif
lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia
usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Pasal 22
Dalam rangka meningkatkan
sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:
a. pengembangan sumber
pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
b. pengembangan lembaga
modal ventura;
c. pelembagaan terhadap
transaksi anjak piutang;
d. peningkatan kerjasama
antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi
jasa keuangan konvensional dan syariah; dan
e. pengembangan sumber
pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Untuk meningkatkan
akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a. menumbuhkan,
mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;
b. menumbuhkan,
mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan
c. memberikan kemudahan
dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.
(2) Dunia Usaha dan
masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil
terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan
menyusun studi kelayakan usaha;
b. meningkatkan
pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan
c. meningkatkan pemahaman
dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.
Bagian Kedua
Pembiayaan dan
Penjaminan Usaha Menengah
Pasal 24
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan
penjaminan dengan:
a. memfasilitasi dan
mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan
sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan
lainnya; dan
b. mengembangkan lembaga
penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.
BAB VIII
KEMITRAAN
Pasal 25
(1) Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi
kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan.
(2) Kemitraan antar-Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang
produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan
teknologi.
(3) Menteri dan menteri
teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan
dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk
berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna
dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 26
Kemitraan dilaksanakan
dengan pola:
a. inti-plasma;
b. subkontrak;
c. waralaba;
d. perdagangan umum;
e. distribusi dan
keagenan; dan
f. bentuk-bentuk kemitraan
lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint
venture), dan penyumberluaran (outsourcing).
Pasal 27
Pelaksanaan kemitraan
dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha
Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
yang menjadi plasmanya dalam:
a. penyediaan dan
penyiapan lahan;
b. penyediaan sarana
produksi;
c. pemberian bimbingan
teknis produksi dan manajemen usaha;
d. perolehan, penguasaan,
dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan;
f. pemasaran;
g. penjaminan;
h. pemberian informasi;
dan
i. pemberian bantuan lain
yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.
Pasal 28
Pelaksanaan kemitraan
usaha dengan pola subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk
memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:
a. kesempatan untuk
mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;
b. kesempatan memperoleh
bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang
wajar;
c. bimbingan dan kemampuan
teknis produksi atau manajemen;
d. perolehan, penguasaan,
dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan dan
pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan
f. upaya untuk tidak
melakukan pemutusan hubungan sepihak.
Pasal 29
(1) Usaha Besar yang
memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah yang memiliki kemampuan.
(2) Pemberi waralaba dan
penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi
dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan
dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.
(3) Pemberi waralaba wajib
memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen,
pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara
berkesinambungan.
Pasal 30
(1) Pelaksanaan kemitraan
dengan pola perdagangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat
dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau
penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang
dilakukan secara terbuka.
(2) Pemenuhan kebutuhan
barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan
pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi
standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.
(3) Pengaturan sistem
pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Pasal 31
Dalam pelaksanaan
kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk
memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
Pasal 32
Dalam hal Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak
asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Pelaksanaan kemitraan
usaha yang berhasil, antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar oleh Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 34
(1) Perjanjian kemitraan
dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan
usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka
waktu, dan penyelesaian perselisihan.
(2) Perjanjian kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perjanjian kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip
dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan
ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar.
4) Untuk memantau
pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat
membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.
Pasal 35
(1) Usaha Besar dilarang
memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra
usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26.
(2) Usaha Menengah
dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra
usahanya.
Pasal 36
(1) Dalam melaksanakan
kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan
hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hokum Indonesia.
(2) Pelaksanaan kemitraan
diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk
mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KOORDINASI DAN
PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
Pasal 38
(1) Menteri melaksanakan
koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(2) Koordinasi dan
pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan
dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi,
serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
SANKSI
ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Sanksi
Administratif
Pasal 39
(1) Usaha Besar yang
melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh
milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(2) Usaha Menengah yang
melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemberian sanksi administrative sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Ketentuan
Pidana
Pasal 40
Setiap orang yang
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk
memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang
dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
BAB XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 41
Peraturan Pemerintah
sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 12 bulan (dua
belas) bulan atau 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 42
Pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
Usaha Kecil dan Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2008.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2008.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 93