Internet,
Menguntungkan atau Merugikan ?
Oleh : M. Sugeng Haryono, SE, S.Pd
Ketika
saya sedang membuka blog saya, tiba-tiba salah satu murid les saya yang kelas 5
Sekolah Dasar bertanya, “sedang ngetik apa pak?” Saya menjawab,”ini saya lagi
membuka internet”. Kemudian saya bertanya lagi,”kamu pernah membuka internet?”
Murid saya pun menjawab,”sering pak, saya sering membuka facebook dan lainnya,”,
kemudian dia bertanya lagi,”Pak, kalo membuka gambar yang udo-udo (orang telanjang),
dosa apa tidak?” Mendengar pertanyaan
anak yang baru duduk di kelas 5 bangku Sekolah Dasar tersebut, saya langsung
terhenyak, dan secara refleks saya bergumam “Astaghfirullahaladzim”. Saya
langsung menjawab pertanyaan anak itu dengan jawaban lazimnya “Itu dosa dan
jangan kau ulangi lagi”. Kemudian saya beri pemahaman dari segi agama.
Dalam
hati saya berfikir, ini yang salah anak itu atau kemajuan teknologi informasi
ya? Memang saat ini persewaan internet (warnet) sedang menjamur dengan tarif
yang sangat murah. Dengan hanya Rp 2.500,- atau Rp 3.000,- kita bisa menyewa
dan menggunakan internet selama 1 jam. Dengan tarif segitu, semua orang bisa
menggunakan fasilitas internet, terutama untuk kantong para pelajar. Hanya
saja, tarif murah itu tidak diimbangi dengan pengawasan dari pemilik warnet.
Mungkin karena akan mengganggu kenyamanan penyewa. Pemilik warnet hanya
menempelkan tulisan peringatan di dinding bilik warnet. Disitu tertulis,
Dilarang membuka situs porno ! Tulisan
tersebut, anggapan saya hanya berupa himbauan saja tanpa adanya tekanan kepada
penyewa. Siapa yang tahu dengan aktifitas yang ada di dalam bilik/ruang warnet?
Pemilik warnet pun juga tidak akan tahu, karena monitor menghadap ke tembok dan
rata-rata ruang/bilik tersebut penghalangnya juga lumayan tinggi.
Pernah
beredar video asusila yang tempatnya berada di dalam bilik warnet, dan
pelakunya masih pelajar di salah satu sekolah di daerah Jawa Timur. Kemudian
akhirnya ada aturan bahwa bilik warnet tidak boleh tinggi-tinggi. Itupun tidak
dapat mengurangi angka pengakses situs porno. Sekarang banyak provider
telekomunikasi yang menawarkan kepada calon konsumen layanan internet yang
bebas situs porno, atau ketika kita membuka situs porno maka akan diblokir oleh
providernya. Itu kalau kita menggunakan dengan sistem kartu/modem. Tetapi kalau
untuk persewaan internet diluar rumah apakah sudah semuanya menggunakan filter
itu? Ternyata belum semuanya. Bahkan ketika saya mencoba membandingkan satu dengan
yang lain provider internet, ternyata masih ada yang bisa untuk mengakses situs
porno. Atau bahkan situs-situs pertemanan semacam Facebook, masih juga bisa
disusupi dengan gambar-gambar porno (gambar profilnya dipasang dengan gambar
yang tidak senonoh). Dan itu belum ada tindakan sama sekali dari pemerintah,
karena pemerintah juga masih kesulitan untuk mengetahui siapa pemilik akun
tersebut. Itu disebabkan karena banyaknya akun Facebook dengan kepemilikan
palsu.
Dengan
maraknya pornografi dan pornoaksi menyebabkan jumlah kasus HIV/AIDS di
Indonesia semakin tinggi. Menurut UNAIDS Country Coordinator, Nancy Fee saat
meluncurkan laporan Penularan HIV pada Hubungan Pasangan Intim di Asia yang
bertempat di Jakarta pada awal April 2010, bahwa sejak tahun 2009, Indonesia
dinyatakan sebagai wilayah penularan HIV/AIDS tercepat di Asia. Dalam dua tahun
terakhir, Indonesia masuk dalam area epidemis dengan perkembangan tercepat di
Asia. Indonesia juga masuk dalam masa transisi pola penularan HIV/AIDS. Yang
semula pola penularannya menggunakan jarum suntik, sekarang melalui hubungan
seksual.
Data
dari Kementrian Kesehatan, Per Juni 2010 jumlah penderita HIV/AIDS di negeri
ini mencapai 21.770 orang dan itu berasal dari 32 propinsi serta 300 kabupaten
dan kota. Padahal data sepuluh tahun silam, jumlah penderita HIV/AIDS hanya sekitar
600 orang. Pada tahun 2012, Indonesia adalah juara pengakses situs porno
terbesar peringkat ke-3 dibawah Cina dan Turki. Dan sebelumnya malah juara
kedua. Namun setelah Kementrian Komunikasi dan Informatika menerapkan
pemblokiran situs porno, peringkat tersebut turun satu tingkat. Hal tersebut
diungkapkan Dirjen Informasi Komunikasi Publik, Kemkominfo.
Agar
peringkat Indonesia sebagai pengakses situs porno semakin turun, tidak hanya
melalui penegakan hukum saja, tetapi dibutuhkan filter-filter yang lain,
seperti keluarga, guru agama, tetangga serta lingkungan pendidikan. Jadi kalau
kita hanya menyalahkan anak, itu salah besar. Orang tua harus lebih peduli lagi
kepada anak-anaknya, terutama jika sedang membuka internet. Dampingi kalau
perlu. Kemudian kepedulian lingkungan sekitar terhadap warnet dan pemakai. Yang
selanjutnya adalah para pendidik di sekolah. Jangan hanya bisa menyampaikan
ilmu saja. Pahamkan siswa mengenai dampak internet, karena ada sisi negatif dari
penggunaan internet, dan pahamkan juga mereka dari sisi agama. Kemudian yang
terakhir adalah pemerintah. Pemerintah harus lebih bertindak tegas lagi kepada
provider internet agar segera menutup akses-akses kesitus porno. Bagi provider
yang nakal, silahkan untuk ditindak tegas sesuai dengan undang-undang. Dan
jangan lupa, bagi pemilik akun-akun yang orang Indonesia, yang menampilkan
pornografi dan pornoaksi perlu juga ditindak sesuai dengan undang-undang yang
berlaku, sehingga ada efek jera untuk mereka.
Didapatkan
dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment